Dalam beberapa tahun terakhir, Kurikulum Merdeka menjadi topik hangat dalam dunia pendidikan Indonesia. neymar88.link Dengan slogan “merdeka belajar,” kurikulum ini dirancang untuk memberikan lebih banyak kebebasan dan fleksibilitas kepada guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Namun, kenyataan di lapangan terkadang menunjukkan paradoks: meski berlabel “merdeka,” jadwal belajar siswa justru terasa semakin padat dan penuh tekanan. Lalu, siapa sebenarnya yang merdeka dalam konteks ini? Apakah siswa, guru, atau justru sistem yang masih mengikat semua pihak dengan tuntutan yang berat?
Konsep Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diluncurkan sebagai respons atas kebutuhan pembaruan pendidikan di Indonesia. Inti dari kurikulum ini adalah memberikan keleluasaan kepada guru dan sekolah untuk menyesuaikan metode pembelajaran sesuai kondisi dan kebutuhan peserta didik. Tujuannya agar proses belajar lebih relevan, menyenangkan, dan efektif.
Salah satu hal yang ditekankan adalah pengurangan materi yang sifatnya membebani, serta pemberian ruang untuk pengembangan karakter, kreativitas, dan penguatan kompetensi abad 21 seperti kolaborasi dan berpikir kritis.
Realita Jadwal yang Padat
Namun, di lapangan sering ditemukan situasi sebaliknya. Jadwal pembelajaran masih terasa padat dan padat sekali, dengan berbagai mata pelajaran, tugas, dan kegiatan ekstrakurikuler yang menumpuk. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini antara lain:
-
Beban Kurikulum yang Masih Berat
Walaupun Kurikulum Merdeka menawarkan fleksibilitas, sebagian besar sekolah masih harus memenuhi standar capaian yang cukup ketat dari pemerintah dan dinas pendidikan. -
Tuntutan Evaluasi dan Ujian
Penilaian dan ujian menjadi tekanan tersendiri, sehingga guru cenderung fokus pada materi yang akan diujikan dan mengurangi ruang eksplorasi. -
Kegiatan Ekstrakurikuler dan Program Tambahan
Beragam kegiatan tambahan sering kali dimasukkan ke dalam jadwal harian, membuat waktu siswa seolah tidak pernah cukup untuk istirahat dan refleksi.
Siapa yang Merdeka dalam Kurikulum Merdeka?
Istilah “merdeka belajar” sejatinya ditujukan agar guru dan siswa bisa lebih leluasa dalam proses pembelajaran. Namun, jika dilihat dari realita jadwal yang padat, pertanyaan “siapa sebenarnya yang merdeka?” menjadi relevan.
-
Siswa
Siswa kerap kali menjadi pihak yang paling dirugikan dengan jadwal penuh yang menuntut mereka untuk terus belajar, beraktivitas, dan mengerjakan tugas tanpa waktu yang cukup untuk istirahat dan pengembangan diri secara personal. -
Guru
Guru dihadapkan pada dilema antara memenuhi tuntutan kurikulum dan standar pemerintah, serta mencoba menerapkan prinsip merdeka belajar. Mereka harus mengatur waktu mengajar, menyiapkan materi, dan menilai siswa dalam waktu yang terbatas. -
Sekolah dan Sistem Pendidikan
Kadang-kadang, sekolah merasa terjebak dalam tekanan administratif dan standar nasional yang menuntut pencapaian tertentu, sehingga kebebasan yang dijanjikan menjadi terbatas.
Faktor Penyebab Keterbatasan Kebebasan
Beberapa faktor yang membuat kebebasan belajar di Kurikulum Merdeka sulit diwujudkan secara optimal adalah:
-
Keterbatasan Sumber Daya
Tidak semua sekolah memiliki fasilitas, tenaga pengajar, dan bahan ajar yang memadai untuk menerapkan kurikulum dengan fleksibilitas penuh. -
Budaya Pendidikan yang Masih Konvensional
Metode pembelajaran tradisional yang masih dominan membuat guru dan siswa sulit beradaptasi dengan perubahan yang lebih dinamis dan kreatif. -
Tekanan dari Stakeholder
Orang tua, pengawas sekolah, dan pihak-pihak lain kadang menuntut hasil yang konkret seperti nilai ujian tinggi, sehingga membatasi ruang eksplorasi.
Jalan Menuju Kebebasan yang Sebenarnya
Untuk mewujudkan “merdeka belajar” yang sesungguhnya, perlu ada sinergi antara berbagai pihak dan kebijakan yang lebih mendukung:
-
Pemberdayaan Guru
Memberikan pelatihan dan dukungan agar guru lebih percaya diri dan kreatif dalam menyusun metode pembelajaran yang fleksibel. -
Pengurangan Beban Administratif
Menyederhanakan standar penilaian dan pelaporan agar guru bisa fokus pada kualitas pembelajaran, bukan hanya kuantitas. -
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Mengubah mindset bahwa keberhasilan anak bukan hanya soal nilai, tapi juga perkembangan karakter dan kreativitas. -
Fleksibilitas Implementasi di Sekolah
Memberi ruang bagi sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kondisi lokal dan kebutuhan peserta didik.
Kesimpulan
Kurikulum Merdeka membawa harapan besar untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia dengan memberikan kebebasan yang lebih besar dalam proses belajar mengajar. Namun, kenyataannya, jadwal belajar yang padat dan tuntutan standar pendidikan membuat kebebasan ini belum terasa sepenuhnya. Siswa dan guru masih menghadapi tekanan yang signifikan, sehingga “merdeka belajar” kadang hanya menjadi jargon tanpa makna yang benar-benar dirasakan. Untuk mencapai kebebasan belajar yang sejati, dibutuhkan perubahan sistemik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta dukungan nyata agar prinsip kurikulum ini bisa diterapkan secara optimal dan berdampak positif.